CHERIA | Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melaporkan bahwa nilai devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata telah mencapai US$7,46 miliar, setara dengan Rp113 triliun, hingga bulan Juli 2024.
Capaian ini telah melampaui target minimal yang ditetapkan antara US$7,38 miliar hingga US$13,08 miliar untuk tahun 2024.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Herliani Tanoesoedibjo, dalam sambutannya pada acara Wonderful Indonesia Outlook 2024/2025 yang berlangsung pada Kamis, 19 September 2024.
“Perolehan devisa telah mencapai US$7,46 miliar dengan nilai tambah ekraf diestimasikan mencapai Rp749,58 triliun,” kata Angela dilansir bisnis.com, Kamis (19/9/2024).
Hingga Juli 2024, Indonesia mencatat setidaknya 7,75 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), menunjukkan peningkatan sebesar 20,75% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, wisatawan domestik (wisnus) telah melakukan lebih dari 598 juta perjalanan dalam rentang waktu yang sama. Prestasi positif juga terlihat dari nilai ekspor produk kreatif, yang mencapai angka US$12,36 miliar hingga Juli 2024.
Angela menegaskan bahwa pencapaian ini mencerminkan kemampuan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk tidak hanya bertahan di tengah perubahan kondisi global, tetapi juga untuk terus maju menuju Indonesia yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Adapun, Kemenparekraf mematok target nilai ekspor produk kreatif pada 2024 mencapai US$27,53 miliar. Selain itu, jumlah wisman ditargetkan sekitar 9,5 juta – 14,3 juta kunjungan, dan jumlah wisnus mencapai 1,2 miliar – 1,5 miliar perjalanan tahun ini.
Angela mengungkapkan bedasarkan Expert Survey Outlook Parekraf 2024-2025, pertumbuhan pariwisata ke depan akan ditentukan oleh stabilitas ekonomi dan pengembangan destinasi yang berkualitas dan inovatif.
Sementara pertumbuhan sektor ekraf akan bergantung pada inovasi, kreativitas, serta kolaborasi antara subsektor. Tren di sektor pariwisata semakin mengarah pada perjalanan yang berkesadaran dan berdampak.
Angela menyebut, wisatawan kini lebih cenderung mencari pengalaman yang menginspirasi, memunculkan trip like a local, di mana wisatawan bisa mengeksplorasi destinasi melalui kacamata warga lokal. Tren di sektor ekraf akan didorong oleh peran kuat media sosial dalam hal promosi dan branding.
Menyikapi tren tersebut, menurutnya ada dua hal yang tidak dapat diabaikan yaitu keberlanjutan dan teknologi. Dia mengatakan, penyelenggaraan parekraf berkelanjutan bukan lagi menjadi pilihan tapi perlu diposisikan sebagai kebutuhan yang diutamakan.
“Di sisi lain, perkembangan teknologi perlu dipandang bukan sebagai substitusi, melainkan peluang baru dan penunjang dalam menuju sektor pariwisata yang berkualitas dan berdaya saing,” pungkasnya.[]